PEDULI dengan diri, keluarga, lingkungan masyarakat, negara, dan semesta

  • Semesta

    Saat anda bersedih, luangkanlah beberapa detik untuk mengagumi kebesaran Tuhan melalui indahnya alam semesta ini

  • Membaca

    Seseorang yang banyak bertindak dan membaca, akan banyak melihat dan mengetahui.

  • Membaca

    Membaca dapat menjaga hati dari kegelisahan dan memelihara waktu dari kesia-siaan.

  • Membaca

    Hidup kita diubah oleh dua hal: lewat orang yang kita cintai dan buku yang kita baca.

  • Membaca

    Dua pendidikan yang mempengaruhi pendidikan manusia: Seni dan Sains. Keduanya bertemu dalam buku.

Kamis, 22 Desember 2016

Cara Mengunduh File di 4Shared

Kalau sepengetahuan kami 4shared ini adalah tempat sharing file secara gratis, dan kebanyakan adalah file berbentuk mp3. Tetapi tidak hanya lagu saja yang diupload disini. semua file sebenarnya bisa diupload dan dishare di 4shared ini. Nah, persoalan kita adalah bagaimana caranya untuk mendapatkan file tersebut dari 4shared dengan mudah dan cepat? Tips tentang cara download file ini sudah kami praktekkan sendiri. Percaya atau tidak dengan menggunakan Cara Mudah Download di 4Shared ini anda bisa menghemat waktu menunggu selama 20 detik itu. Jadi tunggu apalagi, buruan praktekin dan rasakan sendiri khasiatnya. Kami disini hanya ingin berbagi informasi yang semoga bisa bermanfaat bagi kawan semua. Berikut ini akan kami jelaskan langkah lengkap Cara Download di 4Shared, mudah banget :
Share:

Rabu, 21 Desember 2016

PDK&MK sebagai Basic Pendidikan Karakter oleh Dr. Joko Mursitho


MODUL: 1.2.
 


                                                     
 “Setiap orang akan mengajukan gagasan yang lebih banyak
           dan akan lebih baik lagi, bila usahanya dihargai sepenuhnya.”

ALEXANDER F. OSBORN

Prinsip Dasar dan Metode Kepramukaan
SEBAGAI BASIS PENDIDIKAN KARAKTER

I. DESKRIPSI
Materi ini pertama memberikan gambaran tentang ekualitas, dan persamaan prinsip dasar dan metode kepramukaan yang dirumuskan WOSM dan prinsip dasar dan metode kepramukaan yang dirumuskan oleh Gerakan Pramuka. Kedua memberikan gambaran bagaimana melaksanakan prinsip dasar dan metode kepramukaan dalam suatu proses pendidikan sebagai basis pendidikan karakter.

II. TUJUAN
Materi ini dimaksudkan agar setelah mengikuti sesi ini diharapkan peserta dapat:
-      menerapkan prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan sebagai kerangka norma dalam setiap kegiatan yang menjadi basis dari pendidikan karakter bangsa.

III. MATERI
A. Prinsip Dasar Kepramukaan
Dalam kepramukaan dunia dirumuskan bahwa janji pramuka adalah suatu prinsip dasar kepramukaan yang merupakan suatu kewajiban: terhadap Tuhan (“Duty to GOD”), terhadap sesama (“Duty to OTHERS”), terhadap diri sendiri (“Duty to SELF”). Prinsip ini merupakan dasar kebijakan atau acuan norma pendidikan untuk pedoman gerakan yang akan membawa dan mengarahkan seluruh kegiatan, sedangkan metode kepramukaan dipergunakan sebagai kerangka kegiatan dalam membangun generasi muda.   

They are the basis which governs the Movement as a whole. These principles give direction to Scouting’s educational policy as a Movement, to the educational approach used with young people and to the way in which the elements of the Scout Method are used so as to give constructive and coherent direction to the development of the young people.

DUTY TO GOD, merupakan tanggungjawab seseorang untuk mengembangkan dirinya sebagai mahkluk Tuhan, yang berkewajiban mengangkat harkat dan martabatnya sebagai manusia yang beragama (homo relegious) secara bersungguh-sungguh.

DUTY TO OTHERS, memahami dan mengakui: (1) bahwa masing-masing manusia itu memiliki hak, perasaan, dan kebutuhan sehingga setiap orang harus saling menghargai menghormati hak-hak orang lain tersebut. (2) bahwa setiap manusia itu saling tergantung satu sama lain. (3) bahwa setiap manusia harus saling membantu, saling tolong menolong dalam setiap kesulitan di lingkungan di mana ia berada. (4) bahwa setiap manusia membutuhkan untuk meningkatkan integritasnya dalam menjalani hidup di alam semesta ini.

DUTY TO SELF. Setiap manusia harus bertanggungjawab untuk memilih jalan hidup yang bermakna bagi dirinya. Setiap manusia harus mencari jati diri dalam upaya meningkatkan kehidupan spiritualnya, dan menemukan makna nilai-nilai spiritualitas yang akan membawa ke jalan yang benar.

Mengapa seseorang harus menjalani kehidupan sebagai seorang Pramuka?
-      Pertama karena setiap manusia memiliki kewajiban terhadap Tuhan, terhadap sesama, dan terhadap diri-sendiri.
-      Kedua, karena setiap manusia dilahirkan dengan potensi yang unik yang dapat dikembangkan.
-      Ketiga, satya dan darma Pramuka itu adalah suatu kode kehormatan, aturan, dan kebijakan yang dapat digunakan oleh setiap manusia tidak peduli apakah bangsanya, pendidikannya, statusnya, dan usianya; semua bisa menjalankan kode kehormatan tersebut, untuk dapat menjadi manusia seutuhnya.

Prinsip dasar ini dipahami, dibiasakan, dihayati dalam bentuk janji (satya) dan ketentuan moral (darma).

Dalam bentuk janji adalah “Janji Pramuka”, Demi kehormatanku: Saya berjanji dengan sungguh-sungguh menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan dan negara, menolong sesama hidup di setiap saat, dan menepati darma Pramuka”.

Dalam bentuk Darma Pramuka sebagai berikut:
Pramuka adalah: (1) dapat dipercaya (Trustworthy); (2) setia (Loyal); (3) suka menolong (Helpful); (4) bersahabat (Friendly); (5) sopan (Courteous); (6) baik hati (Kind); (7) patuh (Obedient); (8) berani (brave); (9) hemat (Thrifty); (10) bersih/suci (Clean).

Marilah kita bandingkan dengan empat prinsip dasar kepramukaan dalam Gerakan Pramuka yang pada hakekatnya tidak jauh berbeda sebagai berikut:
a.   Iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; setiap pramuka harus mengakui dirinya sebagai makhluk Tuhan, dan beribadah sesuai dengan tata cara agama yang dipeluknya serta menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
b.   Peduli terhadap Bangsa dan Tanah Air, sesama hidup dan alam seisinya;
1)   mengakui bahwa manusia tidak hidup sendiri, melainkan hidup bersama dan saling membutuhkan dengan makhluk lain khususnya sesama manusia yang telah diberi derajat yang lebih mulia dari makhluk lainnya. Dalam kehidupan bersama didasari oleh prinsip perikemanusiaan yang adil dan beradab;
2)   bertanggungjawab, menghormati keberadaan setiap orang, berperan aktif dan konstruktif dalam masyarakat, siap menolong saat dibutuhkan;
3)   menyadari bahwa setiap individu diberi tempat untuk hidup dan berkembang oleh Tuhan Yang Maha Esa di bumi yang berunsurkan tanah, air dan udara yang merupakan tempat bagi manusia untuk hidup bersama, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan rukun dan damai;
4)   merasa memiliki kewajiban untuk menjaga dan melestarikan lingkungan sosial serta memperkokoh persatuan, menerima kebhinekaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5)   menyadari bahwa manusia memerlukan lingkungan hidup yang bersih dan sehat agar dapat memberikan kenyamanan dan kesejahteraan hidupnya, karena itu wajib peduli terhadap lingkungan hidupnya, dengan cara menjaga, memelihara dan menciptakan lingkungan hidup yang baik.
c.   Peduli terhadap dirinya sendiri
      Dengan diperankannya peserta sebagai subyek pendidikan, diharapkan memiliki motivasi diri untuk selalu berusaha meningkatkan kualitas diri di bidang mental/spiritual, moral, intelektual, fisik, sosial dan emosionalnya agar dapat mengambil peran aktif dalam kehidupannya di masyarakat, bangsa dan negara.
d.   Taat kepada Kode Kehormatan Pramuka. Kode Kehormatan Pramuka merupakan janji dan ketentuan moral Pramuka yang wajib ditepati dan diamalkan setiap hari dalam kehidupannya, dengan sukarela dan penuh kesadaran setelah diucapkan oleh seorang Pramuka.
Dari sini nyata sekali bahwa pendidikan karakter yang dilakukan oleh Gerakan Pramuka melalui PDKnya dimulai dari penanaman nilai yang menimbulkan suatu kesadaran pribadi dan akhirnya berkomitmen untuk melaksanakan satya dan darmanya. Selanjutnya Satya dan Darma Pramuka sebagai janji dan ketentuan moral dijadikan sumber norma untuk melakukan setiap aktivitas hidup.

Sumber norma Gerakan Pramuka ini bersifat universal artinya bangsa apapun, profesi apapun, usia berapapun, memerlukan norma-norma tersebut untuk dapat menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik. Inilah mengapa PDK menjadi basis pendidikan karakter bagi Gerakan Pramuka bahkan dapat dijadikan basis pendidikan karakter bagi bangsa Indonesia.   

B. Metode Kepramukaan
Metode kepramukaan rumusan WOSM adalah serangkaian cara yakni (1) sistem beregu (team system); (2) belajar sambil bekerja (learning by doing); (3) dukungan orang dewasa (adult support); (4) kegiatan di alam terbuka (nature); (5) pengembangan diri (personal progression); (6) kiasan dasar (symbolic frame); di mana sentral metode ini adalah upaya optimal pelaksanaan kode kehormatan yang berupa satya dan darma.

Dalam Gerakan Pramuka terdapat tujuh metode untuk melaksanakan kode kehormatan yakni satya dan darma yang berupa janji dan ketentuan moral sebagai berikut:






KODE
KEHOR-MATAN


SISTEM BEREGU

BELAJAR SAMBIL MELAKUKAN

KEMITE-RAAN DG ANG DWS

KEGIATAN MENANTANG, MENGANDUNG PEND. SESUAI ROHJAS


KIASAN DASAR

SISTEM TANDA KECAKAP-AN

KEGIATAN DI ALAM TERBUKA
 


















Ketujuh metode ini semua saling berkaitan, saling dukung mendukung sebagai suatu mata rantai yang tak terpisahkan untuk melaksanakan satya dan darma Pramuka. Metode Kepramukaan merupakan suatu sistem yang terdiri unsur-unsur yang merupakan subsistem terpadu dan terkait, yang tiap unsurnya mempunyai fungsi pendidikan yang spesifik dan saling memperkuat serta menunjang tercapainya tujuan pendidikan Gerakan Pramuka.
1.    Kode Kehormatan Pramuka, bukan sebagai metode tetapi sebagai  unsur sentral yang berarti bahwa kode kehormatan yang terdiri dari Satya dan Darma Pramuka berfungsi sebagai pengendali penerapan unsur-unsur lain dalam setiap kegiatan peserta didik. 
2.    Belajar Sambil Melakukan, dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berkreasi, berinovasi, berpraktek, bereksperimen, sebagai cara membantu mengembangkan diri secara mandiri baik spiritual, emosional, sosial, intelektual, maupun fisiknya.
3.    Sistem Beregu, merupakan cara memberdayakan kaum muda untuk berkelompok secara alami, dan menciptakan suasana lingkungan yang produktif dan menyenangkan. Dalam Kepramukaan, peserta didik yang sebaya di kelompokkan dalam satuan kecil (barung, regu, sangga, reka) yang beroperasi sebagai suatu tim. Masing-masing tim memilih secara demokratis pemimpin tim, yang bisa dilakukan secara bergantian, hal ini dimaksudkan agar peserta didik memperoleh kesempatan belajar memimpin dan dipimpin, berorganisasi, memikul tanggung jawab, mengatur diri, menempatkan diri, bekerja dan bekerjasama dalam kerukunan yang bersahabat.
4.    Kegiatan Menantang, di alam terbuka, merupakan alat yang efektif untuk memotivasi peserta didik agar senantiasa berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan.  Kegiatan harus diakui sebagai kebutuhan dan nilai baru oleh peserta didik, untuk menumbuhkan kreativitas, yang dapat mengubah sikap dan perilaku, menambah pengetahuan dan pengalaman, keterampilan baik individu maupun kelompoknya. Kegiatan ini disesuaikan dengan usia, perkembangan rohani dan jasmani serta jenis kelamin peserta didik sehingga pendidikan dapat diterima secara mudah dan alami.
5.    Sistem Tanda Kecakapan, sebagai upaya untuk mendorong peserta didik agar terus berusaha memperoleh keterampilan dan kecakapan yang berguna bagi kehidupan diri dan baktinya kepada masyarakat, serta bangga sebasgai anggota Pramuka.
6.    Kemiteraan dengan anggota dewasa dalam setiap kegiatan. Anggota muda sebelum melaksanakan kegiatan, berkonsultasi dahulu dengan anggota dewasa. Anggota muda mendapatkan pendampingan dan pembinaan oleh anggota dewasa. Anggota dewasa bertanggung-jawab atas pelaksanaan kegiatan kepramukaan anggota muda.
7.    Sistem Satuan Terpisah untuk putera dan puteri, dimaksudkan untuk mengefektifkan proses pendidikan dalam mencapai tujuan dan sasarannya.  Kegiatan kepramukaan disesuaikan dengan kemampuan kodrat peserta didik juga kultur masyarakat. Di sini satuan pramuka puteri dibina oleh pembina puteri, satuan pramuka putera dibina oleh pembina putera. Tidak dibenarkan satuan pramuka  puteri dibina oleh Pembina putera atau sebaliknya, kecuali perindukan siaga putera dapat dibina oleh pembina puteri.
8.    Kiasan Dasar, sebagai upaya membungkus kegiatan kepramukaan ini dengan norma, nilai-nilai luhur melewati simbol-simbol. Kiasan dasar” sebagai upaya memberikan motivasi, semangat, pola acuan perilaku, serta kebanggaan dalam melakukan pekerjaan tersebut, yang muaranya adalah pembentukan akhlak mulia.

Interpretasi operasionalisasi konsep prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan sebagai pendidikan karakter adalah sebagai berikut: 






PRINSIP DASAR

1.Iman dan takwa
2.Peduli thd bangsa, dan tanah air, sesama hidup dan alam seisinya.
3.Peduli terhadap diri pribadi.
4.Taat pada Kode Kehormatan Pramuka

METODE

1.Pengamalan Kode Kehormatan
2.Belajar sambil melakukan
3.Sistem beregu.
4.Kegiatan di alam terbuka,  mengand pend.  Sesuai roh jas
5.Kemiteraan dgn anggota dewasa.
6.Sistem Tanda Kecakapan.
7.Sistem satuan terpisah.
8.Kiasan dasar

SKU
SKK
SPG
dan
semua kegiatan  bermutu
yg berdasarkan PDK & MK

TUJUAN
WNI YG BERKARAKTER

ORANG DEWASA DALAM GERAKAN PRAMUKA YANG BERKUALITAS DAN  TERLATIH
(PEMBINA, PELATIH, PAMONG SAKA, DAN INSTRUKTUR)


SISTEM AMONG
(Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani

 




























IV. EVALUASI.
Buatlah suatu kegiatan dengan mengimplementasikan prinsip dasar dan metode kepramukaan dengan matriks sebagai berikut:

Nama Peserta:
Tema kegiatan:

Kegiatan
yg berkarakter
Uraian Kegiatan
Korelasinya dgn PDK
Korelasinya dgn MPK
Indikator keberhasilan






V. WAKTU: 2 Jam Pelajaran

VI. REFERENSI
1.    APR/WOSM, 2005, World Adult Resources Handbook.
2.    Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, 2009, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka
3.    Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, 1011. SISDIKLAT Gerakan Pramuka (Kep. Ka. Kwarnas No, 202 Tahun 2011).
4.    Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, 2002. Vision 2013. Rencana strategik Region Asia Pasifik.
5.    Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, 2008. Rencana Strategik Gerakan Pramuka tahun 2009 – 20014. Kwarnas Gerakan Pramuka. Jakarta.

6.    WOSM, Internasional Training Handbook, Geneva, 1996.
Share:

KKP Diklat Kepemimpinan Tingkat III

Share:

Kewenangan Memberikan Cuti

Share:

Izin Belajar PNS DKI Jakarta

Share:

SKP (Sasaran Kinerja Pegawai)

Share:

Disiplin PNS

Share:

Format Lamp II - IV Usulan Kenaikan Pangkat

Share:

Format Pengembangan Diri

Share:

Usulan Kenaikan Pangkat IVa ke IVb

Share:

Selasa, 20 Desember 2016

Perangkat Daerah

Share:

Tata Naskah Dinas DKI Jakarta

Share:

Standar Nasional Pendidikan

Share:

Instrumen Penilaian Kinerja Penilik Madya

Share:

AD dan ART Gerakan Pramuka

Share:

Senin, 19 Desember 2016

Format2 Juknis Jabfung Pengawas Sekolah


Silakan download di siniSilakan download di sini
Share:

Standar Pengawas Sekolah/Madrasah

Share:

Juklak Jabfung Pengawas Sekolah

PERATURAN BERSAMA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
DAN
KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
NOMOR 01/III/PB/2011
NOMOR 6 TAHUN 2011
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS SEKOLAH DAN ANGKA KREDITNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

Menimbang    :     bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 41 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya perlu menetapkan Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya;
Mengingat      :     1.      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
                                   2.      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
                                   3.      Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
                                   4.      Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
                                   5.      Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2797);
                                   6.      Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3098), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 24);
                                   7.      Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5121);
                                   8.      Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4017), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4193);
                                   9.      Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4019);
                                   10.   Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 164);
                                   11.   Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
                                   12.   Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941);
                                   13.   Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
                                   14.   Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
                                   15.   Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
                                   16.   Keputusan Presiden Nomor 73/M Tahun 2007 mengenai Pengangkatan Kepala Badan Kepegawaian Negara;
                                   17.   Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;
                                   18.   Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;
                                   19.   Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2010;
                                   20.   Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya;
                                   21.   Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Nasional.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :      PERATURAN BERSAMA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS SEKOLAH DAN ANGKA KREDITNYA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
                                   Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan:
                                   1.   Jabatan fungsional Pengawas Sekolah adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan.
                                   2.   Pengawas Sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan.
                                   3.   Satuan pendidikan adalah taman kanak-kanak/raudhatul athfal, sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah, sekolah menengah atas/madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan, pendidikan luar biasa atau bentuk lain yang sederajat.
                                   4.   Kegiatan pengawasan adalah kegiatan Pengawas Sekolah dalam menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, evaluasi hasil pelaksanaan program, dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional Guru.
                                   5.   Pengembangan profesi adalah kegiatan yang dirancang dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, sikap dan keterampilan untuk peningkatan profesionalisme maupun dalam rangka menghasilkan sesuatu bermanfaat bagi pendidikan sekolah.
                                   6.   Tim penilai jabatan fungsional Pengawas Sekolah adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dan bertugas menilai prestasi kerja Pengawas Sekolah.
                                   7.   Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh seorang Pengawas Sekolah dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya.
                                   8.   Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
                                   9.   Pejabat pembina kepegawaian pusat adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan serta Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara dan Lembaga lainnya yang dipimpin oleh pejabat struktural eselon I dan bukan merupakan bagian dari Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah Non Kementerian.
                                   10.       Pejabat pembina kepegawaian daerah Provinsi adalah Gubernur.
                                   11.       Pejabat pembina kepegawaian daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota.
                                   12.       Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.

BAB II
KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, RUMPUN JABATAN, BEBAN KERJA, DAN BIDANG PENGAWASAN

Pasal 2
(1)    Pengawas Sekolah berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang pengawasan akademik dan manajerial pada sejumlah satuan pendidikan yang ditetapkan.
(2)    Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh Guru yang berstatus sebagai PNS.

Pasal 3
Tugas pokok Pengawas Sekolah adalah melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan pelaksanaan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan, penilaian, pembimbingan dan pelatihan profesional Guru, evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan, dan pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus.

Pasal 4
Jabatan fungsional Pengawas Sekolah adalah jabatan fungsional yang termasuk dalam rumpun pendidikan lainnya.

Pasal 5
(1)    Beban kerja Pengawas Sekolah adalah 37,5 (tiga puluh tujuh setengah) jam perminggu di dalamnya termasuk pelaksanaan pembinaan, pemantauan, penilaian, dan pembimbingan di sekolah binaan.
(2)    Sasaran pengawasan bagi setiap Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
a.       untuk taman kanak-kanak/raudathul athfal dan sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah paling sedikit 10 satuan pendidikan dan/atau 60 (enam puluh) Guru;
b.      untuk sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah dan sekolah menengah atas/madrasah aliyah/sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan paling sedikit 7 satuan pendidikan dan/atau 40 (empat puluh) Guru mata pelajaran/kelompok mata pelajaran;
c.       untuk sekolah luar biasa paling sedikit 5 satuan pendidikan dan/atau 40 (empat puluh) Guru; dan
d.      untuk pengawas bimbingan dan konseling paling sedikit 40 (empat puluh) Guru bimbingan dan konseling.
(3)    Untuk daerah khusus, beban kerja Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit 5 (lima) satuan pendidikan secara lintas tingkat satuan dan jenjang pendidikan.

Pasal 6
Bidang pengawasan meliputi pengawasan taman kanakkanak/raudhatul athfal, sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah, pengawasan rumpun mata pelajaran/mata pelajaran, pendidikan luar biasa, dan bimbingan konseling.





BAB III
INSTANSI PEMBINA DAN TUGAS INSTANSI PEMBINA

Pasal 7
(1)    Instansi pembina jabatan fungsional Pengawas Sekolah adalah Kementerian Pendidikan Nasional.
(2)    Instansi pembina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas membina jabatan fungsional Pengawas Sekolah menurut peraturan perundang-undangan dengan fungsi, antara lain:
a.       menyusun petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional Pengawas Sekolah;
b.      menyusun pedoman formasi jabatan fungsional Pengawas Sekolah;
c.       menetapkan standar kompetensi jabatan fungsional Pengawas Sekolah;
d.      mengusulkan tunjangan jabatan fungsional Pengawas Sekolah;
e.      melakukan sosialisasi jabatan fungsional Pengawas Sekolah serta petunjuk pelaksanaannya;
f.        menyusun kurikulum pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis fungsional Pengawas Sekolah;
g.       menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis fungsional Pengawas Sekolah;
h.      mengembangkan sistem informasi jabatan fungsional Pengawas Sekolah;
i.         memfasilitasi pelaksanaan jabatan fungsional Pengawas Sekolah;
j.        memfasilitasi pembentukan organisasi profesi dan penyusunan kode etik jabatan fungsional Pengawas Sekolah;
k.       melakukan koordinasi antara instansi pembina dengan instansi pengguna dalam pelaksanaan berbagai pedoman dan petunjuk teknis; dan
l.         melakukan monitoring dan evaluasi jabatan fungsional Pengawas Sekolah.

BAB IV
JENJANG JABATAN/PANGKAT

Pasal 8
(1)    Jabatan fungsional Pengawas Sekolah merupakan jabatan tingkat keahlian.
(2)    Jenjang jabatan fungsional Pengawas Sekolah dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi, yaitu:
a.       Pengawas Sekolah Muda;
b.      Pengawas Sekolah Madya; dan
c.       Pengawas Sekolah Utama.
(3)    Jenjang pangkat Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan jenjang jabatannya, yaitu: a. Pengawas Sekolah Muda: 1. Penata, golongan ruang III/c; dan 2. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d. b. Pengawas Sekolah Madya: 1. Pembina, golongan ruang IV/a; 2. Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; dan 3. Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c. c. Pengawas Sekolah Utama: 1. Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d; dan 2. Pembina Utama, golongan ruang IV/e.
(4)    Jenjang jabatan/pangkat Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), adalah jenjang jabatan/pangkat berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki untuk masingmasing jenjang jabatan.
(5)    Penetapan jenjang jabatan fungsional Pengawas Sekolah ditetapkan berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki setelah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit sehingga dimungkinkan jabatan/pangkat tidak sesuai dengan jabatan/pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

BAB V
UNSUR DAN SUB UNSUR KEGIATAN
Pasal 9
Unsur dan sub unsur kegiatan Pengawas Sekolah, adalah:
(1)    Pendidikan, meliputi:
a.       mengikuti pendidikan dan memperoleh gelar/ijazah;
b.      mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) fungsional calon Pengawas Sekolah dan memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP); dan
c.       mengikuti diklat fungsional Pengawas Sekolah serta memperoleh STTPP.
(2)    Pengawasan akademik dan manajerial, meliputi:
a.       penyusunan program;
b.      pelaksanaan program;
c.       evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan;
d.      membimbing dan melatih profesional Guru; dan
e.      pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus.
(3)    Pengembangan profesi, meliputi:
a.       menyusun karya tulis ilmiah; dan
b.      membuat karya inovatif.
(4)    Penunjang tugas Pengawas Sekolah, meliputi:
a.       peran serta dalam seminar/lokakarya di bidang pendidikan formal/kepengawasan sekolah;
b.      keanggotaan dalam organisasi profesi;
c.       keanggotaan dalam tim penilai angka kredit jabatan fungsional Pengawas Sekolah;
d.      melaksanakan kegiatan pendukung pengawasan sekolah;
e.      mendapat penghargaan/tanda jasa; dan
f.        memperoleh gelar/ijazah yang tidak sesuai dengan bidang yang diampunya.

BAB VI
RINCIAN KEGIATAN JENJANG JABATAN
Pasal 10
Rincian kegiatan Pengawas Sekolah sesuai dengan jenjang jabatan, sebagai berikut:
(1)    Pengawas Sekolah Muda:
a.       menyusun program pengawasan;
b.      melaksanakan pembinaan Guru;
c.       memantau pelaksanaan standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, dan standar penilaian;
d.      melaksanakan penilaian kinerja Guru;
e.      melaksanakan evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan pada sekolah binaan;
f.        menyusun program pembimbingan dan pelatihan profesional Guru di KKG/MGMP/MGP dan sejenisnya;
g.       melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional Guru; dan
h.      mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan profesional Guru.

(2)    Pengawas Sekolah Madya:
a.       menyusun program pengawasan;
b.      melaksanakan pembinaan Guru dan/atau kepala sekolah;
c.       memantau pelaksanaan standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan;
d.      melaksanakan penilaian kinerja Guru dan/atau kepala sekolah;
e.      melaksanakan evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan pada sekolah binaan;
f.        menyusun program pembimbingan dan pelatihan profesional Guru dan/atau kepala sekolah di KKG/MGMP/MGP dan/atau KKKS/MKKS dan sejenisnya;
g.       melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional Guru dan/atau kepala sekolah;
h.      melaksanakan pembimbingan dan pelatihan kepala sekolah dalam menyusun program sekolah, rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah, dan sistem informasi dan manajemen;
i.         mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan profesional Guru dan/atau kepala sekolah; dan
j.        membimbing Pengawas Sekolah Muda dalam melaksanakan tugas pokok.

(3)    Pengawas Sekolah Utama:
a.       menyusun program pengawasan;
b.      melaksanakan pembinaan Guru dan kepala sekolah;
c.       memantau pelaksanaan standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan;
d.      melaksanakan penilaian kinerja Guru dan kepala sekolah;
e.      melaksanakan evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan pada sekolah binaan;
f.        mengevaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan tingkat Kabupaten/Kota atau Provinsi;
g.       menyusun program pembimbingan dan pelatihan profesional Guru dan kepala sekolah di KKG/MGMP/MGP dan/atau KKKS/MKKS dan sejenisnya;
h.      melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional Guru dan kepala sekolah;
i.         melaksanakan pembimbingan dan pelatihan kepala sekolah dalam menyusun program sekolah, rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah, dan sistem informasi dan manajemen;
j.        mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan profesional Guru dan kepala sekolah;
k.       membimbing Pengawas Sekolah Muda dan Pengawas Sekolah Madya dalam melaksanakan tugas pokok; dan
l.         melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional Guru dan kepala sekolah dalam pelaksanaan penelitian tindakan.

BAB VII
PENGANGKATAN DALAM JABATAN
Bagian pertama Pejabat yang berwenang mengangkat

Pasal 11
Pejabat yang berwenang mengangkat Guru PNS dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah adalah pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Penetapan Surat Keputusan Pengangkatan dalam Jabatan

Pasal 12
(1)    Pengangkatan Guru PNS dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah ditetapkan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang.
(2)    Pejabat yang berwenang mengangkat Guru PNS dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah dapat menunjuk pejabat lain di lingkungannya.
(3)    Surat keputusan pengangkatan Guru PNS dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah tidak dapat berlaku surut. Bagian Ketiga Persyaratan Pengangkatan dalam Jabatan

Pasal 13
(1)    Persyaratan pengangkatan PNS dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah, sebagai berikut:
a.       masih berstatus sebagai Guru dan memiliki sertifikat pendidik dengan pengalaman mengajar paling sedikit 8 (delapan) tahun atau Guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah paling sedikit 4 (empat) tahun sesuai dengan satuan pendidikannya masing-masing;
b.      berijazah paling rendah Sarjana (S1)/Diploma IV bidang pendidikan;
c.       memiliki keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan bidang pengawasan;
d.      memiliki pangkat paling rendah Penata, golongan ruang III/c;
e.      usia paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;
f.        lulus seleksi calon Pengawas Sekolah;
g.       telah mengikuti diklat fungsional calon Pengawas Sekolah dan memperoleh STTPP; dan
h.      setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.

(2)    Untuk menentukan angka kredit dan jenjang jabatan fungsional Pengawas Sekolah digunakan angka kredit yang berasal dari angka kredit jabatan fungsional Guru.
(3)    Surat Keputusan pengangkatan Guru PNS dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah dibuat dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana tersebut dalam Lampiran I Peraturan Bersama ini.

Bagian Keempat
Formasi Jabatan
Pasal 14
(1)    Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 pengangkatan Guru PNS dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah dilaksanakan sesuai formasi jabatan fungsional Pengawas Sekolah dengan ketentuan, sebagai berikut:
a.       Pengangkatan Guru PNS Pusat dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah dilaksanakan sesuai dengan formasi jabatan fungsional Pengawas Sekolah yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang pendayagunaan aparatur negara setelah mendapat pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara;
b.      Pengangkatan Guru PNS Daerah dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah dilaksanakan sesuai formasi jabatan fungsional Pengawas Sekolah yang ditetapkan oleh Kepala Daerah masing-masing setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggungjawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan berdasarkan pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
(2)    Formasi jabatan fungsional Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan beban kerja Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), diatur sebagai berikut:
a.       jumlah seluruh satuan pendidikan di Provinsi/Kabupaten/Kota dibagi jumlah sasaran pengawasan; atau
b.      jumlah seluruh Guru di Provinsi/Kabupaten/Kota dibagi sasaran Guru yang dibina.

BAB VIII
PENILAIAN DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT

Pasal 15
(1)    Untuk kelancaran penilaian dan penetapan angka kredit, setiap Pengawas Sekolah wajib mencatat dan menginventarisasi semua kegiatan yang dilakukan.
(2)    Hasil inventarisasi kegiatan dituangkan dalam bentuk Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK) wajib diusulkan paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun.
(3)    Penilaian dan penetapan angka kredit Pengawas Sekolah dilakukan paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun.
(4)    Penilaian dan penetapan angka kredit untuk kenaikan jabatan/pangkat dilakukan 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun yaitu 3 (tiga) bulan sebelum periode kenaikan pangkat PNS, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       untuk kenaikan pangkat periode April, angka kredit ditetapkan paling lambat bulan Januari tahun yang bersangkutan; dan
b.      untuk kenaikan pangkat periode Oktober, angka kredit ditetapkan paling lambat bulan Juli tahun yang bersangkutan.



Bagian Pertama
Pejabat Yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit

Pasal 16
Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit, adalah:
a.       Menteri Pendidikan Nasional atau pejabat lain yang ditunjuk setingkat eselon I bagi Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b sampai dengan Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e di lingkungan instansi pusat dan daerah.
b.      Direktur Jenderal Kementerian Agama yang membidangi pendidikan bagi Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan Kementerian Agama.
c.       Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi bagi Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c dan pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama.
d.      Gubernur atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan bagi Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan Provinsi;
e.      Bupati/Walikota atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan bagi Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan Kabupaten/Kota.
f.        Pimpinan instansi pusat atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan instansi pusat di luar Kementerian Agama.

Pasal 17
(1)    Dalam rangka tertib administrasi dan pengendalian, pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 harus membuat spesimen tanda tangan dan disampaikan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara/Kepala Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara yang bersangkutan.
(2)    Apabila terdapat pergantian pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit, spesimen tanda tangan pejabat yang menggantikan tetap harus dibuat dan disampaikan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara /Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara yang bersangkutan.

Pasal 18
Apabila pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berhalangan sehingga tidak dapat menetapkan angka kredit sampai batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) dan ayat (4), maka penetapan angka kredit dapat dilakukan oleh atasan pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit atau pejabat lain satu tingkat dibawahnya, yang secara fungsional bertanggung jawab di bidang pendidikan nonformal dan informal setelah mendapatkan delegasi atau kuasa dari atasan pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit atau pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit.

Bagian Kedua
Tim penilai

Pasal 19
Dalam menjalankan kewenangannya, pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, dibantu oleh:
a.       Tim penilai Kementerian Pendidikan Nasional atau pejabat lain yang ditunjuk setingkat eselon I bagi Menteri Pendidikan Nasional yang selanjutnya disebut tim penilai Pusat.
b.      Tim penilai Direktorat Jenderal Kementerian Agama bagi Direktur Jenderal Kementerian Agama yang membidangi pendidikan yang selanjutnya disebut tim penilai Kementerian Agama.
c.       Tim penilai Kantor Wilayah Kementerian Agama bagi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama yang selanjutnya tim penilai Kantor Wilayah.
d.      Tim penilai Provinsi bagi Gubernur atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan yang selanjutnya disebut tim penilai Provinsi.
e.      Tim penilai Kabupaten/Kota bagi Bupati/Walikota atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan yang selanjutnya disebut tim penilai Kabupaten/Kota.
f.        Tim penilai Instansi Pusat di luar Kementerian Agama bagi pimpinan instansi pusat atau pejabat lain yang ditunjuk, yang selanjutnya disebut tim penilai Instansi.

Pasal 20
a.       Syarat untuk menjadi anggota tim penilai adalah:
(1)    menduduki jabatan/pangkat paling rendah sama dengan jabatan/pangkat Pengawas Sekolah yang dinilai;
(2)    memiliki keahlian serta mampu untuk menilai prestasi kerja Pengawas Sekolah; dan
(3)    dapat aktif melakukan penilaian.
b.      Anggota tim penilai jabatan fungsional Pengawas Sekolah harus lulus diklat calon tim penilai dan mendapat sertifikat dari Menteri Pendidikan Nasional.
c.       Masa jabatan anggota tim penilai adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa jabatan berikutnya.
d.      Anggota tim penilai yang telah menjabat 2 (dua) kali masa jabatan secara berturut-turut dapat diangkat kembali setelah melampaui masa tenggang waktu 1 (satu) masa jabatan.
e.      Dalam hal terdapat anggota tim penilai yang berhalangan tetap, maka Ketua tim penilai mengusulkan pengganti antar waktu untuk meneruskan sisa masa tugas, kepada pejabat yang berwenang menetapkan tim penilai.
f.        Dalam hal terdapat tim penilai yang turut dinilai, Ketua tim penilai dapat mengangkat anggota tim penilai pengganti.
g.       Susunan anggota tim penilai paling sedikit 7 (tujuh) orang terdiri dari unsur teknis, unsur kepegawaian, dan pejabat fungsional Pengawas Sekolah, dengan ketentuan sebagai berikut:
(1)    seorang Ketua merangkap anggota dari unsur teknis;
(2)    seorang Wakil Ketua merangkap anggota;
(3)    seorang Sekretaris merangkap anggota dari unsur kepegawaian; dan
(4)    paling sedikit 4 (empat) orang anggota.
h.      Anggota tim penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf d paling sedikit 2 (dua) orang dari pejabat fungsional Pengawas Sekolah.
i.         Dalam hal komposisi jumlah anggota tim penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf d tidak dapat dipenuhi, maka anggota tim penilai dapat diangkat dari pejabat lain yang mempunyai kompetensi dalam penilaian prestasi kerja di pengawasan akademik dan manajerial.
j.        Tata kerja tim penilai dan tata cara penilaian angka kredit jabatan fungsional Pengawas Sekolah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional selaku Pimpinan Instasi Pembina jabatan fungsional Pengawas Sekolah.

Pasal 21
(1)    Tugas tim penilai Pusat:
a.       membantu Menteri Pendidikan Nasional atau pejabat lain yang ditunjuk setingkat eselon I dalam menetapkan angka kredit Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b sampai dengan Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e di lingkungan instansi pusat dan daerah.
b.      melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Menteri Pendidikan Nasional atau pejabat lain yang ditunjuk setingkat eselon I yang berhubungan dengan penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(2)    Tugas tim penilai Kementerian Agama:
a.       membantu Direktur Jenderal Kementerian Agama yang membidangi pendidikan dalam menetapkan angka kredit Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan Kementerian Agama.
b.      melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Direktur Jenderal Kementerian Agama yang membidangi pendidikan yang berhubungan dengan penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(3)    Tugas tim penilai Kantor Wilayah:
a.       membantu Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dalam menetapkan angka kredit Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c dan pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama.
b.      melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi yang berhubungan dengan penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(4)    Tugas tim penilai Provinsi: a. membantu Gubernur atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan dalam menetapkan angka kredit Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan Provinsi. b. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Gubernur atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan yang berhubungan dengan penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(5)    Tugas tim penilai Kabupaten/Kota:
a.       membantu Bupati/Walikota atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan dalam menetapkan angka kredit Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan Kabupaten/Kota.
b.      melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati/Walikota atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan yang berhubungan dengan penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(6)    Tugas tim penilai Instansi:
a.       membantu pimpinan instansi pusat atau pejabat lain yang ditunjuk dalam menetapkan angka kredit Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan instansi pusat di luar Kementerian Agama.
b.      melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan instansi pusat atau pejabat lain yang ditunjuk yang berhubungan dengan penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(7)    Apabila tim penilai instansi belum dibentuk, penilaian angka kredit Pengawas Sekolah dapat dimintakan kepada tim penilai Pusat.
(8)    Apabila tim penilai Kabupaten/Kota belum dibentuk, penilaian angka kredit Pengawas Sekolah dapat dimintakan kepada tim penilai Kabupaten/Kota lain terdekat atau tim penilai Provinsi yang bersangkutan atau tim penilai Pusat.
(9)    Apabila tim penilai Provinsi belum dibentuk, penilaian angka kredit Pengawas Sekolah dapat dimintakan kepada tim penilai Provinsi lain terdekat atau tim penilai Pusat.
(10)Apabila tim penilai Kantor Wilayah belum dibentuk, penilaian angka kredit Pengawas Sekolah dapat dimintakan kepada tim penilai Kantor Wilayah terdekat atau tim penilai Kementerian Agama. Bagian Ketiga Sekretariat Tim Penilai

Pasal 22
(1) Untuk membantu tim penilai dalam melaksanakan tugasnya, dibentuk Sekretariat tim penilai yang dipimpin oleh seorang Sekretaris yang secara fungsional bertanggung jawab di bidang kepegawaian.
(2) Sekretariat tim penilai dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit.

Bagian Keempat
Tim Teknis

Pasal 23
(1)    Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dapat membentuk tim teknis yang anggotanya terdiri dari para ahli, baik yang berkedudukan sebagai PNS atau bukan PNS yang mempunyai kemampuan teknis yang diperlukan.
(2)    Tugas tim teknis adalah memberikan saran dan pendapat kepada Ketua tim penilai dalam hal memberikan penilaian atas kegiatan yang bersifat khusus atau kegiatan yang memerlukan keahlian tertentu.
(3)    Tim teknis dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua tim penilai. Bagian Kelima Pengusulan Penetapan Angka Kredit

Pasal 24
(1)    Untuk menilai prestasi kerja Pengawas Sekolah dilakukan penilaian angka kredit oleh tim penilai.
(2)    Setiap Pengawas Sekolah yang akan dinilai prestasi kerjanya wajib menyiapkan bahan penilaian yang dituangkan dalam DUPAK.
(3)    Bahan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada pimpinan unit kerja melalui atasan langsung.
(4)    Pimpinan unit kerja menyampaikan bahan penilaian angka kredit Pengawas Sekolah kepada pejabat yang berwenang mengusulkan penetapan angka kredit.
(5)    Pejabat yang berwenang mengusulkan penetapan angka kredit Pengawas Sekolah menyampaikan usul penetapan angka kredit kepada pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit melalui sekretariat tim penilai.
(6)    DUPAK Pengawas Sekolah dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran II-A sampai dengan Lampiran II-C Peraturan Bersama ini.
(7)    Setiap usul penetapan angka kredit Pengawas Sekolah dilampiri dengan :
a.       surat pernyataan melakukan pendidikan, dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran III Peraturan Bersama ini.
b.      surat pernyataan melakukan kegiatan pengawasan akademik dan manajerial, dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran IV Peraturan Bersama ini;
c.       surat pernyataan melakukan kegiatan pengembangan profesi, dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran V Peraturan Bersama ini; dan
d.      surat pernyataan melakukan kegiatan penunjang tugas, dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran VI Peraturan Bersama ini;
(8)    Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) harus disertai dengan bukti fisik.

Pasal 25
(1) Setiap usulan penetapan angka kredit bagi Pengawas Sekolah harus dinilai secara obyektif oleh tim penilai berdasarkan rincian kegiatan dan nilai angka kredit sebagaimana tersebut pada Lampiran I Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010.
(2) Hasil penilaian tim penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit untuk ditetapkan angka kreditnya.

Pasal 26
Usul penetapan angka kredit Pengawas Sekolah diajukan oleh:
a.    Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Gubernur atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan, Bupati/Walikota atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan, Pimpinan Instansi Pusat di luar Kementerian Agama atau pejabat lain yang ditunjuk kepada Menteri Pendidikan Nasional atau pejabat lain yang ditunjuk setingkat eselon I untuk angka kredit Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b sampai dengan Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e di lingkungan instansi pusat dan daerah.
b.    Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Agama untuk angka kredit Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi.
c.     Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi untuk angka kredit Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c dan pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
d.    Pejabat eselon III yang membidangi kepegawaian kepada Gubernur atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan untuk angka kredit Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan Provinsi.
e.    Pejabat eselon III yang membidangi kepegawaian kepada Bupati/Walikota atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan untuk angka kredit Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan Kabupaten/Kota.
f.     Pejabat eselon III yang membidangi kepegawaian kepada pimpinan instansi pusat atau pejabat lain yang ditunjuk untuk angka kredit Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan instansi pusat di luar Kementerian Agama.

Pasal 27
(1) Penetapan angka kredit (PAK) Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit, dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran VII Peraturan Bersama ini.
(2) Asli PAK disampaikan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara/Kepala Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara yang bersangkutan dan tembusannya disampaikan kepada:
a.    Pengawas Sekolah yang bersangkutan;
b.    Sekretaris tim penilai Pengawas Sekolah yang bersangkutan;
c.     Kepala Biro/Badan Kepegawaian Daerah/Bagian Kepegawaian instansi yang bersangkutan;
d.    Pimpinan unit kerja yang bersangkutan; dan
e.    Pejabat lain yang dipandang perlu.

BAB IX
KENAIKAN JABATAN/PANGKAT

Pasal 28
Penetapan angka kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), digunakan sebagai dasar untuk mempertimbangkan kenaikan jabatan/pangkat Pengawas Sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 29
(1)    Penetapan kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, dapat dipertimbangkan apabila:
a.    paling singkat 1 (satu) tahun dalam jabatan terakhir;
b.    memenuhi angka kredit kumulatif yang ditentukan untuk kenaikan jabatan setingkat lebih tinggi; dan
c.     setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) paling kurang bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
(2)    Kenaikan jabatan dari jenjang Pengawas Sekolah Muda menjadi Pengawas Sekolah Madya ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian masing-masing.
(3)    Kenaikan jabatan dari jenjang Pengawas Sekolah Madya menjadi Pengawas Sekolah Utama ditetapkan oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala Badan Kepegawaian Negara.

Pasal 30
(1)    Penetapan kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dapat dipertimbangkan apabila:
a.    paling singkat 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir;
b.    memenuhi angka kredit kumulatif yang ditentukan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi; dan
c.     setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) paling kurang bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
(2)    Kenaikan pangkat PNS Pusat/Daerah yang menduduki jabatan Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b untuk menjadi Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c sampai dengan Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e, ditetapkan oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala Badan Kepegawaian Negara.
(3)    Kenaikan pangkat PNS Pusat yang menduduki jabatan Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c untuk menjadi Penata Tingkat I, golongan ruang III/d sampai dengan Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b, ditetapkan dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan teknis Kepala Badan Kepegawaian Negara.
(4)    Kenaikan pangkat PNS Daerah Provinsi yang menduduki jabatan Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c untuk menjadi Penata Tingkat I, golongan ruang III/d sampai dengan Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b, ditetapkan dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan teknis Kepala Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara yang bersangkutan.
(5)    Kenaikan pangkat PNS Daerah Kabupaten/Kota yang menduduki jabatan Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c untuk menjadi pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d, ditetapkan dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan teknis Kepala Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara yang bersangkutan.
(6)    Kenaikan pangkat PNS Daerah Kabupaten/Kota yang menduduki jabatan Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d untuk menjadi Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a dan pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b, ditetapkan oleh Gubernur yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan teknis Kepala Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara yang bersangkutan.

Pasal 31
(1)    Kenaikan pangkat bagi Pengawas Sekolah dalam jenjang jabatan yang lebih tinggi dapat dipertimbangkan apabila kenaikan jabatannya telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)    Pengawas Sekolah yang memiliki angka kredit melebihi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kredit tersebut secara kumulatif diperhitungkan untuk kenaikan jabatan/pangkat berikutnya.



Pasal 32
(1)    Jumlah angka kredit kumulatif minimal yang harus dipenuhi oleh setiap Pengawas Sekolah untuk pengangkatan dan kenaikan jabatan/pangkat adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 dengan ketentuan:
a.       paling rendah 80% (delapan puluh persen) angka kredit berasal dari unsur utama, tidak termasuk unsur pendidikan; dan
b.      paling tinggi 20% (dua persen) angka kredit berasal dari unsur penunjang.
(2)    Untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi dari Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e wajib melakukan kegiatan pengembangan profesi.


Pasal 33
(1)    Pengawas Sekolah yang pada tahun pertama telah memenuhi atau melebihi angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat dalam masa pangkat yang didudukinya, maka pada tahun kedua wajib mengumpulkan paling kurang 20% (dua puluh persen) angka kredit dari jumlah angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi yang berasal dari sub unsur tugas pokok.
(2)    Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c yang akan naik pangkat menjadi Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat, paling sedikit 6 (enam) angka kredit berasal dari kegiatan pengembangan profesi.
(3)    Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d yang akan naik jabatan/pangkat menjadi Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan jabatan/pangkat, paling sedikit 8 (delapan) angka kredit berasal dari kegiatan pengembangan profesi.
(4)    Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a yang akan naik pangkat menjadi Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat, paling sedikit 10 (sepuluh) angka kredit berasal dari kegiatan pengembangan profesi.
(5)    Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b yang akan naik pangkat menjadi Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat, paling sedikit 12 (dua belas) angka kredit berasal dari kegiatan pengembangan profesi.
(6)    Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c yang akan naik jabatan/pangkat menjadi Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d, angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan jabatan/pangkat, paling sedikit 14 (empat belas) angka kredit berasal dari kegiatan pengembangan profesi.
(7)    Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d yang akan naik pangkat menjadi Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat, paling sedikit 16 (enam belas) angka kredit berasal dari kegiatan pengembangan profesi.
(8)    Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e setiap tahun sejak menduduki jenjang jabatan/pangkatnya wajib mengumpulkan paling kurang 25 (dua puluh lima) angka kredit yang berasal dari tugas pokok.



BAB X
PEMBEBASAN SEMENTARA DAN PENGANGKATAN KEMBALI DALAM DAN DARI JABATAN

Pasal 34
Pembebasan sementara dan pengangkatan kembali dalam dan dari jabatan fungsional Pengawas Sekolah ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundangundangan. Bagian Pertama Pembebasan Sementara

Pasal 35
(1)    Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d, dibebaskan sementara dari jabatannya apabila telah 5 (lima) tahun dalam jabatan terakhir tidak dapat mengumpulkan angka kredit untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi bagi Pengawas Sekolah yang jabatannya lebih rendah dari jabatan yang setara dengan pangkat yang dimiliki.
(2)    Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/d dibebaskan sementara dari jabatannya apabila telah 5 (lima) tahun dalam pangkat terakhir tidak dapat mengumpulkan angka kredit untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi bagi Pengawas Sekolah yang akan mendapatkan kenaikan pangkat pertama sejak diangkat dalam jabatan terakhir.
(3)    Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c sampai dengan Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b dibebaskan sementara dari jabatannya apabila telah 5 (lima) tahun dalam pangkat terakhir tidak dapat mengumpulkan angka kredit kumulatif untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi bagi Pengawas Sekolah yang pernah mendapatkan kenaikan pangkat sejak diangkat dalam jabatan terakhir.
(4)    Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e dibebaskan sementara dari jabatannya apabila setiap tahun sejak diangkat dalam pangkat tidak dapat mengumpulkan paling kurang 25 (dua puluh lima) angka kredit dari kegiatan tugas pokok. 24
(5)    Pembebasan sementara bagi Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), didahului dengan peringatan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit.
(6)    Peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum batas waktu pembebasan sementara diberlakukan, dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran VIII Peraturan Bersama ini.
(7)    Selain pembebasan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Pengawas Sekolah dibebaskan sementara dari jabatannya apabila:
a. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau tingkat berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun atau pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
b.    diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil;
c.     ditugaskan secara penuh di luar jabatan Pengawas Sekolah;
d.    menjalani cuti di luar tanggungan negara kecuali persalinan keempat dan seterusnya; atau
e.    tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan.
(8)    Pengawas Sekolah yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (7) huruf a dalam menjalani hukuman tetap melaksanakan tugas pokok dan dinilai serta ditetapkan angka kreditnya.
(9)    Surat Keputusan pembebasan sementara dari jabatan Pengawas Sekolah dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran IX Peraturan Bersama ini.




Bagian Kedua
Pengangkatan Kembali

Pasal 36
(1)    Pengawas Sekolah yang telah selesai menjalani pembebasan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) apabila telah mengumpulkan angka kredit yang ditentukan, diangkat kembali dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah.
(2)    Pengawas Sekolah yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (7) huruf a, dapat diangkat kembali dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah paling kurang 1 (satu) tahun setelah pembebasan sementara.
(3)    Pengawas Sekolah yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (7) huruf b, dapat diangkat kembali dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah apabila berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dinyatakan tidak bersalah atau dijatuhi pidana percobaan.
(4)    Pengawas Sekolah yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (7) huruf c, dapat diangkat kembali dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah apabila berusia paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun.
(5)    Pengawas Sekolah yang telah selesai menjalani pembebasan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (7) huruf d dan e, dapat diangkat kembali dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah.
(6)    Pengangkatan kembali dalam jabatan Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dengan menggunakan angka kredit terakhir yang dimiliki dan dapat ditambah angka kredit dari tugas pokok Pengawas Sekolah yang diperoleh selama pembebasan sementara.
(7)    Surat keputusan pengangkatan kembali dalam jabatan Pengawas Sekolah dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran X Peraturan Bersama ini.

BAB XI
PEMBERHENTIAN DARI JABATAN

Pasal 37
(1) Pengawas Sekolah diberhentikan dari jabatannya apabila:
a.       dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap kecuali hukuman disiplin berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun atau pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, atau
b.      dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), ayat (2),ayat (3), dan ayat (4) tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang ditentukan.
(2) Surat keputusan pemberhentian dari jabatan Pengawas Sekolah dibuat menurut contoh formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran XI Peraturan Bersama ini.

BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 38
PNS yang diangkat dalam jabatan Pengawas Sekolah tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik jabatan fungsional lain maupun jabatan struktural.

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39
Prestasi kerja yang telah dilakukan Pengawas Sekolah sampai dengan ditetapkannya Peraturan Bersama ini, dinilai berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 91/KEP/M.PAN/10/2001.

Pasal 40
(1) Pada saat Peraturan Bersama ini ditetapkan, Pengawas Sekolah yang belum memiliki ijazah S1/Diploma IV dengan pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a sampai dengan pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d melaksanakan tugas dan penilaian prestasi kerja sebagaimana tersebut dalam Lampiran I Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010.
(2) Pengawas Sekolah yang masih memiliki pangkat Penata Muda golongan ruang III/a dan pangkat Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b melaksanakan tugas sebagai Pengawas Sekolah Muda dan jumlah angka kredit kumulatif minimal yang harus dipenuhi untuk kenaikan pangkat Pengawas Sekolah, yaitu:
a.       Pengawas Sekolah yang berijazah SLTA/Diploma I adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran V Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010.
b.      Pengawas Sekolah yang berijazah Diploma II adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran VI Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010.
c.       Pengawas Sekolah yang berijazah Diploma III adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran VII Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010. 27
(3)    Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melaksanakan kegiatan pengembangan profesi dan penunjang tugas Pengawas Sekolah diberikan angka kredit sebagaimana tersebut dalam Lampiran I Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010.
(4)    Jumlah angka kredit kumulatif minimal bagi Pengawas Sekolah yang belum memiliki ijazah S1/Diploma IV sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
a.       paling rendah 80% (delapan puluh persen) angka kredit berasal dari unsur utama, tidak termasuk unsur pendidikan; dan
b.      paling tinggi 20% (dua persen) angka kredit berasal dari unsur penunjang.

Pasal 41
(1)    Pengawas Sekolah yang belum memiliki ijazah S1/Diploma IV pada saat berlakunya Peraturan Bersama ini wajib untuk memperoleh ijazah S1/Diploma IV di bidang pendidikan.
(2)    Pengawas Sekolah yang belum memiliki ijazah S1/Diploma IV sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kenaikan pangkatnya paling tinggi Penata Tingkat I, golongan ruang III/d atau pangkat terakhir yang dimiliki pada saat Peraturan Bersama ini ditetapkan.

Pasal 42
(1)    DUPAK Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dibuat menurut contoh formulir sebagaimana dimaksud pada Lampiran XII Peraturan Bersama ini.
(2)    Setiap usul penetapan angka kredit Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) harus dilampirkan dengan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (7) Peraturan Bersama ini.
(3)    Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai dengan bukti fisik.
(4)    Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) apabila memperoleh ijazah S1/D-IV disesuaikan dalam jenjang jabatan Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Peraturan Bersama ini.
(5)    Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) apabila memperoleh ijazah S1/D-IV, diberikan angka kredit sebesar 65% (enam puluh lima persen) angka kredit kumulatif yang berasal dari diklat, tugas pokok, dan kegiatan pengembangan profesi Pengawas Sekolah ditambah angka kredit ijazah S1/D-IV dengan tidak memperhitungkan angka kredit dari kegiatan penunjang.

Pasal 43
Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) adalah sebagai berikut:
a.       Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi bagi Pengawas Sekolah di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama;
b.      Gubernur atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan bagi Pengawas Sekolah di lingkungan Provinsi;
c.       Bupati/Walikota atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan bagi Pengawas Sekolah di lingkungan Kabupaten/Kota; dan
d.      Pimpinan instansi pusat atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Pengawas Sekolah di lingkungan instansi pusat di luar Kementerian Agama.

Pasal 44
Dalam menjalankan kewenangannya, pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, dibantu oleh:
a.       Tim penilai Kantor Wilayah Kementerian Agama bagi Pengawas Sekolah di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama;
b.      Tim penilai Provinsi bagi Pengawas Sekolah di lingkungan Provinsi;
c.       Tim penilai Kabupaten/Kota bagi Pengawas Sekolah di lingkungan Kabupaten/Kota; dan
d.      Tim penilai Instansi bagi Pengawas Sekolah di lingkungan instansi pusat di luar Kementerian Agama.

Pasal 45
Usul penetapan angka kredit Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 diajukan oleh:
a.       Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama bagi Pengawas Sekolah di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota;
b.      Pejabat eselon III yang membidangi kepegawaian kepada Gubernur atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan bagi Pengawas Sekolah di lingkungan Provinsi;
c.       Pejabat eselon III yang membidangi kepegawaian kepada Bupati/Walikota atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan bagi Pengawas Sekolah di lingkungan Kabupaten/Kota; dan
d.      Pejabat eselon III yang membidangi kepegawaian kepada pimpinan instansi pusat atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Pengawas Sekolah di lingkungan instansi pusat di luar Kementerian Agama.

Pasal 46
Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) setiap tahun sejak menduduki pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d atau pangkat terakhir yang dimiliki wajib mengumpulkan paling sedikit 15 (lima belas) angka kredit dari kegiatan tugas pokok.


Pasal 47
Syarat lulus seleksi dan telah ikut diklat untuk dapat diangkat menjadi Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf f dan huruf g berlaku efektif tanggal 1 Januari 2013.

Pasal 48
Syarat lulus diklat dan mendapat sertifikat untuk diangkat menjadi anggota tim penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) berlaku efektif tanggal 1 Januari 2014.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 49
Ketentuan teknis yang belum diatur dalam Peraturan Bersama ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara baik secara bersama-sama atau sendirisendiri sesuai dengan bidang tugas masing-masing.


Pasal 50
Untuk mempermudah pelaksanaan Peraturan Bersama ini dilampirkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya sebagaimana tersebut pada Lampiran XIII Peraturan Bersama ini.

Pasal 51
Dengan berlakunya Peraturan Bersama ini, maka Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 0322/O/1996 dan Nomor 38 Tahun 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya dinyatakan tidak berlaku. 

Pasal 52 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

                                                                Ditetapkan di Jakarta
                                                                pada tanggal 24 Maret 2011

KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,                                    MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,


     

                    EDY TOPO ASHARI                                                                       MOHAMMAD NUH
Share:

Blog Archive